We Make Up Our Future Behaviors
Selain kita ini cenderung pelupa seperti Dory, manusia juga sebenernya suka salah memprediksi tentang perilaku di masa depannya.
Beberapa kali gw melihat pertanyaan survey yang ngawur seperti ini “Walau Anda belon pernah berbelanja online, jika Anda membeli barang secara online, metode pembayaran apa yang paling aman untuk Anda?”. Pertanyaan ini ngawur, karena alasan tadi: bahwa kita ini susah banget untuk membayangkan bagaimana menggunakan produk yang belum ada.
Kesalahan ini bukanlah kesalahan periset UX pemula. Bahkan dulu waktu di Uber, ada salah satu periset yang membuat pertanyaan-pertanyaan tentang masa depan yang ngawur ini. Di surveynya, doi bertanya “Apakah Anda bersedia untuk berjalan sejauh x meter ke titik penjemputan untuk menghemat perjalanan Uber Anda sebesar x dollar?”.
Dan tebak, apa jawaban kebanyakan orang? Ya pasti “Yes”. Siapa coba yang ga mau dikasih x dollar diskon. Ditawarin dengan sebuah konsep akan diskon x dollar adalah sangat berbeda dengan benar-benar mencoba sebuah produk yang mengharuskan kita berjalan beberapa meter di cuaca Winter yang berat. Akhirnya kita membuat produk itu dan setelah di launch di New York, tingkat pemakaiannya rendah sekali. Semuanya hanya dikarenakan pertanyaan survey bodoh itu.
Hampir mirip, ini jenis pertanyaan di sebuah interview yang ngaco juga “Apakah Anda suka memakai produk baru kami yang bisa melakukan X, Y, Z?” , “Kalau kami membuat feature yang seperti X, Y, Z , bagaimana menurut pendapat Anda?” Again, for sure, 86% people will answer “Yes, I would love to have it.”
Lalu apa dong alternatif untuk melakukan riset tentang produk untuk perilaku masa depan ini? Ada berbagai macam metodenya. Dari yang sesederhana seperti membuat prototype kertas hingga yang lebih rumit seperti sacrificial conceptnya IDEO atau melakukan analogous research.
Tapi yang terpenting, jangan pernah tanya ke seorang anak kecil “Kalau minggu depan, kamu dikasih permen, kira-kira kamu bakal bahagia ga?”
Yoel
(Selalu sok tau tentang masa depannya)
