UX Designer vs UI Designer vs Interaction Designer vs Product Designer vs Yada-yada Designer
Sering kali gw melihat diskusi semantik tentang hal-hal ini.
“Apakah bedanya antara UX dan Interaction designer?”
“UI sama UX designer itu beda loh, ga bisa di samain!”
“UX Designer? Emang User Experience itu bisa didesign? Istilah yang bener itu Product Designer kali.”
Then, what do I think about this? The answer is I don’t care!
Walaupun ada satu masa dimana gw lumayan militan untuk urusan semantik ini. Gw inget di sekitar tahun 2014, pernah ada seorang recruiter yang berusaha mengajak gw untuk bergabung di perusahaannya sebagai “UI/UX designer”. Alih-alih menjawab ajakannya, gw malah bertindak seperti kaum elit design dan menguliahi si recruiter ini bahwa secara semantik “UI/UX designer” adalah istilah yang salah kaprah.
Tapi kenapa sekarang “I don’t care”. Karena menurut gw, diskusi tentang semantik ini sudah terlalu jenuh dan malah mengambil perhatian kita dari topik-topik lain yang lebih esensi.
Seperti halnya kata-kata yang salah kaprah namun sudah diadopsi orang banyak di Indonesia: Aqua, odol, hamburger menu, dan kijang. Kata-kata ini jadi bergeser maknanya. Tapi yang terpenting: yang diajak ngomong ngerti ketika kita pake kata-kata itu koq.
Jadi menurut gw, terserah aja kita mau pake istilah: UI Designer, UX Designer, UI/UX Designer, Interaction Designer, Product Designer, atau even Mumba-mumba Juice Designer. Boleh dipilih. Yang terpenting stakeholders yang kita kerja sama dengan, tau dengan jelas peran kita sebagai (X) designer. Dan lebih pivotal lagi ketika kita bisa pindahin topik diskusi di dunia per-design-an ke topik yang lebih bermanfaat daripada urusan semantik ini saja.
Yoel
Klingonisme Experience Designer