Surat terbuka untuk Anies: “Bukan soal urusan benar dan salah. Ini sensitif dan tidak sensitif.”
Disclaimer: Satu. Gua double minoritas — keturunan Cina dan Kristen. Tahun 2018 lalu gua pendukung keras Ahok juga — ikut kampanye ke teman2 dan keluarga untuk kumpulin tanda tangan untuk Ahok dan ikut gabung gerakan 1000 lilin untuk Ahok ketika dia divonis penjara. Dua. Di pemilu presiden 2024 tahun ini walaupun gua masih swing voter —menimbang-nimbang di antara ketiga kandidat (tinggal dua sih sebenarnya) — di posisi saat ini gua lebih condong untuk vote Anies.
Surat terbuka ini gua tulis untuk Anies karena gua ga bisa ikut keriaan acara Desak Anies di Indonesia. :)
Pak Anies, dulu gua benci banget dengan Bapak. Karena gua merasa “junjungan” gua (Ahok) — yang menurut gua kerjanya oke banget — lu kalahin dengan cara yang licik dan rendah. Kalau di pilpres ini ada calon lain yang lebih bagus dibandingkan bapak, yang ga lebih diktator, atau lebih jelas gagasannya, sudah pasti gua ga pilih lu. Kenapa? ya karena dosa masa lalu tentang politik identitas yang Bapak tunggangi itu.
Tapi ya sudah. Anggap saja mungkin karena tiktok live Bapak, gagasan2 jenius Bapak, kemampuan retorika Bapak, gua jadi lebih jatuh cinta dengan Bapak. Tapi ada satu topik yang ingin gua bilang ke Bapak: Pak, kalau bisa ke depannya — lu yang lebih sensitif dan menebus isu SARA ini dong.
Menurut gua lu sudah bikin blunder tidak sensitif di isu SARA ini empat kali — 2 kali di masa pilgub Jakarta dan 2 kali di masa pilpres kali ini:
- Tidak menangkal isu SARA di pilgub Jakarta karena menguntungkan lu
- Pidato politik pertama sebagai Gubernur dengan memakai istilah “pribumi”
- Datang ke acara pernikahan anak mantan ketua FPI. Menerima dukungan dari mantan ketua FPI
- Menerima dukungan dari pemimpin2 utama demo2 anti Ahok di tahun 2018 lalu
Dari empat hal diatas kecuali yang nomor dua (karena ada UU-nya), yang lu lakuin itu tidak melanggar hukum sama sekali. Tapi keempat hal itu, menurut gua, sama2 tidak sensitif dan oportunis.
Ada satu klip sangat terkenal dimana lu menghabisi Ahok di salah satu sesi di debat pilgub. Lu jago banget retorikanya — gua yang waktu itu menjunjung tinggi Ahok akhirnya bisa berpikir “Bener juga ini Anies. Ahok ini koq ya ngaco sih.” Topiknya tentang Ahok yang tidak sensitif. Masa dia pasang Wifi username dan password dengan kata2 “Al-Maidah” dan “Kafir”. Tidak melanggar hukum — tapi tidak sensitif, kata lu.
Ini gua tulis beberapa kalimat brilliant yang keluar dari mulut lu:
“Pernyataan-pernyataan tidak perlu dari Pak Basuki. Masih ada rekaman…Ga perlu itu pernyataan-pernyataan itu muncul. Warga itu jangan hanya dilihat dari hukum. Masyarakait itu punya psikologinya sosiologinya….Pemimpin itu memilih kata2nya. Apa sih susahnya membuat wifi dengan nama Jakarta, passwordnya maju, kan baik. Kenapa harus pake kata2, kutipan2 agama yang bukan agamanya dan dipakai seloroh. Bukan soal urusan benar dan salah. Ini sensitif dan tidak sensitif. Ini memahami psikologi orang dan tidak. Dan disitulah letak kepemimpinan. Kemimpinan itu datang dengan pesan2 yang membawa warga tenang.”
Bisa dilihat dari video di bawah ini mulai dari menit 5:30
Dan persis seperti teguran sahih lu ke Ahok, lu sendiri akhirnya melakukan itu sendiri.
Lu udah tahu isu SARA itu santer waktu pilgub kemarin. Koq ya ga sensitif pilih pakai kata “pribumi” di pidato politik pertama lu. Tahun 98 dulu pak, gua masih kelas 5 SD, gua ketakutan rumah gua di Solo bakal dibakar massa juga. Di depan pintu rumah, bokap gw pakai piloks tulis “PRO PRIBUMI”. Lu yang punya PhD harusnya sensitif lo pak kalau kata2 itu sensitif.
Seperti juga di pilpres kali ini. Lu bisa pakai berbagai macam alasan utilitarian tentang efek positif dari merangkul eks ketua FPI atau mantan petinggi2nya. Tapi pak…respon lu akan dukungan mereka itu menunjukkan ketidaksensitifan lu akan topik ini.
Pak, kalau lu sensitif, lu harusnya tahu bagaimana perasaan kaum minoritas di masa2 demo anti Ahok yang digerakkan oleh ormas-ormas ini. Kita ketakutan. Ortu2 pada siap siaga kalau harus jemput anak2 sekolahnya lebih early. Dll dsb. Again, lu bisa menafikan perasaan kita dengan bilang “Loh itu yang gerakin gerakannya malah di kubu sebelah loh. Itu yang bikin FPI justru ada di kubu ono. Emang waktu demo, ada orang kristen/cina yang dianiaya? dst dst.” By showing your affinity to those groups, you have been arousing our visceral fears.
Apakah rasa takut kami masuk akal? Mungkin tidak.
Bahkan, gua yakin bakal banyak kaum pendukung garis keras lu yang langsung angkat bicara akan surat terbuka ini. “Halah. Fear mongering lagi. Ga usa dijawab pak” “Kenapa lu kaga tuntut juga dari dua kubu sebelah woy?” “Ketakutan lu ga masuk akal woy!” “Kartu minoritas koq dipakai terus.”
Tapi faktanya gini — coba Bapak ngobrol dengan orang Kristen atau keturunan Tiong Hoa yang tidak memilih bapak — dan coba pakai sensitifitas Bapak. Gua yakin Bapak bisa mendaptkan realitas bahwa topik ini salah satu topik utama mengapa mereka tidak memilih Bapak.
Gua udah coba sendiri pak. Setiap kali gua berusaha meyakinkan teman2 Kristen atau keturuanan Tiong Hoa untuk memilih Bapak, alasannya bisa macam2 — tapi ujung2nya ketika gua bisa menjawab satu2 keraguan mereka — biasanya akan tersisa satu topik yang mungkin tidak masuk akal tapi sangat visceral ini Pak
Jadi gua mau mendesak bapak dengan pakai kata2 lu sendiri pak: “Warga itu jangan hanya dilihat dari hukum. Masyarakait itu punya psikologinya sosiologinya….Pemimpin itu memilih kata2nya dan siapa yang Ia terima dukungannya. Bukan soal urusan benar dan salah. Ini sensitif dan tidak sensitif. Ini memahami psikologi orang dan tidak. Dan disitulah letak kepemimpinan. Kemimpinan itu datang dengan pesan2 yang membawa warga tenang.”
Gw mendesak Bapak untuk — lu bisa lebih sensitif dan menebus isu SARA ini. Caranya seperti apa aja? Ya gua yakin lu jago dan bisa sensitif untuk topik ini — apalagi kalau lu emang bener2 oportunis orangnya.
Ini beberapa ide kasar dari gua:
- Meminta maaf atas tindakan (commission) atau kebisuan (omission) bapak atas polarisasi SARA waktu pilgub Jakarta kemarin
- Memberikan statement yang explisit bahwa Bapak tidak akan membawa orang2 yang punya value intolerant di dalam kabinet bapak nantinya.
- Memberikan statement yang explisit bahwa Bapak tidak akan membuat policy yang bisa mendiskriminasi kaum minoritas
- Bilang “Selamat Natal” (walau telat) atau “Selamat Tahun Baru Imlek” waktu debat nanti.
- Tidak mempertontonkan dengan tidak sensitif dukungan dari kelompok2 yang “menakutkan” untuk kami kaum minoritas
Semoga didengar!
Yoel Sumitro
(Walaupun kalau Bapak ga mendengar dan merespon, gua akan tetap kampanyein lu di lingkaran2 pertemanan di sekitar gua. )