Pergulatan Seorang Design Manager
Akhir tahun kemarin, mungkin selama 2–3 bulanan, gw lagi lumayan bergulat dengan depresi. Walaupun gw sebenernya sudah lumayan berteman dengan perasaan emosi down karena pernah didiagnosis dengan dystimia, kali ini rasa depresinya agak menjadi-jadi. Akhirnya gw memutuskan untuk lanjutin lagi bertemu rutin dengan terapis (psikolog gw). Dari berbagai macam insight yang gw dapetin dari si shrink, ada beberapa yang berkaitan dengan pekerjaan gw sebagai seorang design manager. Di tulisan ini gw akan share beberapa pergulatan mindset dari nature pekerjaan design manager yang menjadi pressure buat gw akhir tahun lalu.
- Tangible impact vs Intangible impact
Impact dari pekerjaan seorang design manager itu kebanyakan tidak berbentuk fisik. Kita tidak pernah melihat wujudnya secara langsung juga. Biasanya butuh waktu yang lama dan tidak bisa dilihat kasat mata, impactnya. Padahal melihat impact dari hal yg kita kerjain itu penting banget. Makanya orang yang berkebun gitu bisa bikin bahagia dan puas. Karena bisa lihat impact langsung dari pekerjaan tangan kotornya. - Skill di dunia abstract vs skill di dunia concrete
Design process itu secara umum melewati 4 fase ini: concrete -> abstract -> abstract baru -> concrete baru. Seorang researcher IC banyak bergulat di proses concrete -> abstract. Seorang designer IC banyak bergulat di proses abstract baru -> concrete baru. Dan seorang design manager banyak bergulat di dunia abstract -> abstract baru. Jadi jarang banget kita bersentuhan dengan dunia concrete atau melatih skill kita di dunia concrete. Isinya ya abstract terus -> bikin framework, menguji framework, membuat keputusan framework, memberi feedback tentang design process, dll. Nah, berjibaku terus di dunia abstract ini bikin gw jadi suka mempertanyakan skill dunia concrete gw (mendesign dan meresearch). And this constant questioning does make a toll on me. - Berasa fake — second imposter syndrome
Kalau awal2 masuk ke dunia design, gw sebagai IC mengalami imposter syndrome, ketika jadi design manager, gw mengalami imposter syndrome ini juga — a second imposter syndrome. lol. Berasa fake dan munafik karena ini: dalam sehari-harinya di percakapan di design team atau bahkan di dunia design socmed (twitter, ig), crafstmanship/skill yang paling banyak diperbincangkan ya skill dunia concrete (mendesign dan meresearch). Percakapan tentang skill design manager jarang diperbincangkan. Bahkan para design manager juga banyaknya ngobrol tentang skill IC (“Bagaimana jadi senior designer?””Gimana caranya lolos interview jadi designer di unicorn companies?”). Nah jadinya berasa fake karena tiap hari berkotbah seputar topik skill IC, padahal sehari-harinya ya gw udah jarang banget melatih skill IC gw. Yang sering gw latih ya skill2 design manager: managing meetings, giving design feedback, dll. Gw pernah bercanda sama seorang design manager, kalau kerjaan kita tiap hari itu bilang ke diri sendiri di depan kaca “Lu itu ga bego lo. Walaupun lu ga tau apa itu auto layout di Figma” - Ngurus people itu lebih less control
Kalau di Figma, kita pindahin satu button 10 pixel ke kanan, pindah itu buttonnya ke kanan. Sehari-harinya, seorang designer IC secara mayoritas punya control akan pekerjaannya. Kalau design manager? Sedikit banget kontrolnya. Karena kita ngurusin orang. Masing-masing orang bisa punya worldview dan mental model yang bermacam2. Sama2 dikasih feedback A, si X bisa melakukan C, dan si Y bisa melakukan D. Jadi I have much less control of my work actually as a design manager. And this can be very frustrating in some moments.
After listing the above 4 facts, now I need to make a peace with those. Ya harus diterima dulu. Ga bisa gw kerjanya sebagai design manager tapi keep putting standard of an IC designer to myself. Ya pasti stress and insecure terus. Kalau kalian udah jadi full 100% design/people manager, do you share this similar struggle?
Yoel
(Indeed, I do not know what auto layout is in Figma)