Narasi dalam Design

Yoel Sumitro
2 min readJan 28, 2024

--

Beberapa bulan terakhir ini, ada banyak kotbah di gereja gw tentang Worldview dan Narasi/Cerita. Termasuk worldview dan narasi dalam pekerjaan. Jadi membuat gw berpikir tentang apa sih narasi dalam dunia (digital) product design.

Apa itu narasi? Narasi itu berhubungan erat dengan worldview atau pandangan kita akan dunia. Narasi ini adalah aktor paling kuat dalam mempengaruhi gerak gerik kita. Kenapa bisa gitu?

Apa aja emang komponen dari sebuah narasi/cerita? Apa aja yg penting dari (narasi) sebuah film misalkan? Ada 3 paling tidak:

  1. Siapakah aktor protagonis dan antagonisnya?
  2. Apa problem utama dari cerita itu?
  3. Bagaimana cara seharusnya problem itu diselesaikan.

Gw pake contoh sebuah worlview “Nihilisme” misalkan. Narasinya:

  1. Kita sebagai manusia yg lahir di dunia ini bukan aktor protagonis atau antagonis. Ga penting juga siapa aktor utama dan aktor pendukungnya. Kita sebagai manusia meaningless aja dalam dunia ini.
  2. Problemnya: life is meaningless, that knowledge is impossible, despair
  3. Solusinya: Ya udah hidup YOLO aja. atau depressed jg gpp. Emang ga perlu ada meaning di dunia ini. Semuanya futile.

See how sebuah narasi/worldview bisa mempengaruhi apa yg dilakukan seseorang di dalam sebuah particular dunia.

Nah lalu bagaimana dengan narasi/cerita/worldview di dalam dunia UX design?

Pastinya ada berbagai macam. Tapi gw coba tulis apa 5 narasi yg plg sering gw temuin dalam 10 tahun terakhir ini:

  1. Narasi Design Thinking. Designer dan product tech itu adalah problem solver dari wicked problems di dunia ini. Dengan superpower kita (tools, framework, creativity, tech) kita bisa solving users problem.
  2. Narasi “seat at the table”. Designer adalah victim dan kaum yg teropressed dibanding kawan kolega terdekat kita di tech dan product. Kita tidak didengarkan, salah dimengerti, digaji lebih kecil. Kita harus menyelesaikan ketidakadilan ini dengan mendapatkan “seat at the table”
  3. Narasi “Prove your value”. Designer itu berada di bidang ilmu yang masih belum mature. Kita new kids in the block. Jadi kita harus senantiasa menunjukkan value kita ke function2 laon. Senantiasa jualan dan advocate pentingnya design. Kalau bisa bahkan perlu selalu say yes ke semua request orang lain.
  4. Narasi “Pixel pusher”. Designer itu supportive function aja. Kita bukan fungsi utama seperti tech atau product. Jadi ya gpp kita di belakang layar atau ga dapetin seat at the table. Yang penting kita happy dan content.
  5. Narasi “co-creation”. Designer itu bukanlah hero. Kita ga lebih jago dari users kita. Kita butuh bantuan dari user kita untuk sama2 solving users problem bersama mereka. Atau bahkan kita hanya perlu menjadi supporter dari users. Yang menjadi hero haruslah users itu sendiri.

Dari 5 narasi di atas mana yang paling dekat dengan worldview lu selama bekerja di dunia per-UX disenan?

Mana yg menurut lu paling bermanfaat atau meaningful buat hidup kita?

Ada narasi lain ga yg lumayan jamak lu liat di dunia per UX an?

Yoel

(Kayanya gw pernah menghidupi ke-5 narasi di atas. 😅)

--

--

Yoel Sumitro

Senior Director, Product Design at Delivery Hero I Ex-tiket.com, Bukalapak, Uber, adidas I Berlin I Tweet @ SumitroYoel