Bagaimana Melatih Otot Storytelling
Skill storytelling adalah salah satu skill penting yang membantu gw di banyak persimpangan hidup gw. Ketika gw diterima di adidas, Uber, ataupun Bukalapak, mungkin sebagian besar keberhasilan itu bisa gw dibilang dikarenakan skill storytelling gw.
Bahkan ketika gw bekerja sebagai seorang design lead, skill ini jauh lebih dibutuhkan lagi. Salah satu pekerjaan utama sebagai seorang design lead adalah untuk me-rally orang-orang untuk mengejar sebuah visi yang sama. Apa cara paling efektif untuk me-rally researcher-researcher emo dan designer-designer rebel ini? Ya dengan storytelling.
Pertanyaan paling penting berikutnya adalah bagaimana cara melatih otot storytelling ini? Ini ada beberapa tips yang menurut gw sebenernya cukup obvious.
- Banyak membaca!
Kayanya ga mungkin banget orang bisa jadi jago storytelling tanpa belajar dari para master storytellers: penulis buku. Penulis buku harus bener-bener jago dalam membuat cerita karena dia harus bikin pembacanya bertahan di lembaran-lembaran putih yang hanya berisi huruf-huruf. Tidak ada bantuan suara atau gambar seperti di film atau komik. Yang ada hanyalah huruf-huruf. Semakin banyak kita membaca buku (baik fiksi maupun non-fiksi) kita akan mulai bisa melihat pattern-pattern what a good story is.
Penulis-penulis ini suka menjelaskan sebuah kejadian/ sesuatu secara sangat vivid. Mereka mendeskripsikan secara detail dari sudut pandang ke-5 indera kita tentang sesuatu. Bahkan kadang mereka suka hiperbola juga. Hal ini bisa banget kita pakai ketika menuliskan hasil UX Research kita. Researcher memakai istilah “anecdotes” untuk hal-hal yang vivid ini. Dan salah satu bahan utama untuk sebuah hasil research deck yang hold people interest adalah anecdotes ini.
Selain itu kita juga belajar tentang berbagai jenis “hook” dari para penulis ini. Hook adalah suatu anchor yang menarik perhatian kita pembacanya. Bentuknya bisa bermacam-macam: suatu kontradiktif, hal yang sangat tidak biasa, ironi, masalah, data, dll. Ambil buku Sapiens atau Homo Deus misalkan, I would say Harari is one of the best storytellers out there whom we can learn from.
2. Banyak menulis
Seperti konsep fitness. Ga bisa kita cuman makan asupan yang enak aja (membaca), tapi asupan yang bagus harus dipakai di tempat gym untuk melatih otot-ototnya. Cara melatih insight yang udah kita dapatkan dari membaca adalah dengan menulis! Dengan menulis, gw mulai belajar bagaimana menjelaskan sesuatu secara vivid. Gw mulai belajar bagaimana menulis hook-hook di tulisan gw. Namun, terlebih penting lagi ada satu otot penting yang gw latih ketika menulis: otot untuk membuat hubungan dengan orang lain — build connection. Sebuah story bisa berdampak ketika yang mengetahui story itu bisa merasakan juga hal-hal yang diceritakan.
Ketika gw menulis, gw belajar untuk vulnerable. Karena gw membiarkan pembaca gw untuk mengetahui isi pikiran dan perasaan gw. Dan vulnerability inilah yang menurut gw adalah secret sauce of building connection. Di pengalaman hidup gw, gw berkesimpulan bahwa gw akan lebih cepat dan deep dalam membangun hubungan dengan orang lain ketika gw start being vulnerable.
Yoel
(Dulu pernah super depresi dan punya suicidal thinking tapi bisa bounce back karena being vulnerable ke orang-orang terdekat di hidup gw)